Aisha Canlas, adalah penganut Katolik sebelum menjadi seorang Muslim.
Kedua orantuanya juga Katolik, namun ketika itu ia menjadi anggota
perkumpulan gereja yang berbeda dengan gereja kedua orangtuanya. Namun
mereka sama-sama berdoa di depan gambar sosok laki-laki yang diyakini
sebagai Tuhan umat Kristiani. Saat itu, Canlas sering bertanya, benarkah
ini wajah Tuhan? Bagaimana sesorang bisa tahu seperti apa wajah Tuhan?
Apakah mereka sudah pernah bertemu dengan Tuhan?
Di sisi lain, Canlas selalu merasa ketenangan dan kedamaian ketika
mendengar suara adzan dari sebuah masjid di kota Manila, Filipina. “Saya
selalu memejamkan mata dan merasakan ketenangan meskipun, saya tidak
tahu makna kata-kata dalam adzan. Suara adzan seperti suara musik di
hati saya,” tutur Canlas. Tapi saat itu, ia sama sekali belum terpikir
untuk masuk Islam.
Canlas akhirnya merantau ke Arab Saudi untuk bekerja, dengan harapan
bisa memberikan masa depan yang lebih baik untuk keluarganya. Sebelum
berangkat ke Saudi, Canlas belajar banyak hal tentang Saudi untuk
menghindari syok akibat perbedaan budaya dan untuk memudahkannya bergaul
di negara tempat ia bekerja.
“Saya belajar tentang budaya, dan tentang negara Saudi secara
keseluruhan, mulai dari bahasa dan tentu saja agamanya. Dan saya mulai
tertarik dengan agama Islam dan ingin lebih tahu banyak tentang Islam,”
ujar Canlas.
Ia mengakui prosesnya masuk Islam cukup panjang. Ia sering bertanya
pada para dokter di tempat kerjanya tentang agama Islam. Kemudian saya
mengetahui bahwa ada sebuah madrasah di lingkungan kerjanya dan
memutuskan untuk ikut mendaftarkan diri di madrasah tersebut dan mulai
mengikuti pelajaran di madrasah itu bersama seorang teman dan kawan
sekamarnya pada 17 Januari 2008.
“Awalnya, saya menjadi pusat perhatian, karena saya anak baru di
kelas dan satu-satunya penganut Kristen yang duduk bersama mereka. Saya
mendengarkan apa yang disampaikan guru kami tentang Islam, al-Quran,
Rasulullah dan Allah swt,” papar Canlas.
“Sejak itu, saya mulai memahami agama Islam. Kemudian meminta izin
pada ibu saya di Filipina agar memberikan restu pada saya untuk
berpindah agama dari seorang penganut Katolik menjadi seorang Muslimah,”
sambung Canlas.
Beruntung, Canlas tidak menghadapi kendala dari sang ibu. Menurut
Canlas, ibunya cuma khawatir ketika ia masuk Islam ia akan melupakan
orang tuanya. Canlas menjelaskan pada ibunya bahwa Muslim sangat
menghormati orang tuanya, terutama ibu.
Canlas mengucap dua kalimat syahadat pada 24 Januari 2008 di hadapan
guru dan siswa-siswa madrasah lainnya. Canlas mengaku tidak
mengungkapkan seperti apa perasaannya saat itu. “Yang saya tahu, setelah
bersyahadat saya merasa hati saya terlepas dari beragam beban. Saya
merasakan kedamaian yang selama ini saya cari dalam kehidupan ini.
Menjadi seorang Muslim sungguh sangat berbeda rasanya,” ungkap Canlas.
Canlas mengatakan, beberapa teman bertanya mengapa ia masuk Islam.
Dan ia menjawab bahwa tidak ada seorang atau sesuatu yang patut disembah
kecuali Allah swt dan Rasulullah Muhammad saw adalah utusanNya.
“Beberapa diantara mereka mengatakan bahwa saya mengkhianati agama
saya yang dulu, Katolik. Tapi di lubuk hati saya mengatakan bahwa itu
tidak benar,” tukas Canlas.
Berbahagialah Canlas karena sebagai seorang Mualaf ia sudah bisa
menunaikan umrah.pada bulan Maret kemarin. Baginya, pengamalan umrah
adalah pengalaman yang spesial dan tak terlupakan.
“Saya berharap dan berdoa pada Allah swt agar saya bisa meyakinkan
keluarga saya untuk masuk Islam juga. Saya ingin mereka selamat dari api
neraka pada Hari Kiamat nanti,” harap Canlas. (red/iol)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar