Di dalam Al-Qur’an Allah menyatakan bahwa para musuh Islam
‘akan terus memerangi Islam’ sampai kaum Muslimin murtad dari agamanya
(Qs. al-Baqarah [2]: 217). Jika mereka mampu melakukan hal itu, kata
Allah Swt. Dan, memang, kata Allah Swt. kebanyakan kaum Ahl al-Kitab
sangat berobsesi untuk menjadikan kaum Muslim murtad, karena ‘dengki’
setelah meraka tahu bahwa agama yang dibawa Nabi Muhammad Saw. itu
adalah agama yang benar (Qs. 2: 109).
Allah Swt. memang menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa agama (al-dīn) yang diridhai dan berterima di sisi-Nya hanya Islam, tidak ada yang lain (inna al-dīn ‘inda Allāh al-Islām, Qs. Āl ‘Imrān [3]: 19). Oleh karena itu, siapa saja yang menjadikan selain Islam sebagai al-dīn tidak akan pernah diterima oleh-Nya. Bahkan, di Akhirat kelak mereka akan menjadi orang-orang yang merugi (wa man yabtaghi ghair al-Isām dīnan falan yuqbala minhu wahua fī al-ākhirat min al-khāsirīn, Qs. 3: 85).
Lebih dari itu, Allah Swt. juga menegaskan bahwa Rasulullah Saw.
adalah utusan-Nya yang membawa hidayah (petunjuk) bagi seluruh manusia
dan agama yang benar (dīn al-ḥaqq: Islam). Dan agama yang benar dan membawa kebenaran ini akan dimenangkan oleh Allah atas seluruh agama-agama yang lain (liyuzhirahu ‘alā al-dīn kullihi)
meskipun orang-orang kafir sangat membenci kebenaran ini (Qs. al-Tawbah
[9]: 33, Qs. al-Fatḥ [48]: 28, dan Qs. al-Ṣaff [61]: 9)
Ormas Islam Diperangi
Bukti dari kebencian itu adalah: munculnya berbagai upaya untuk
mendiskreditkan Islam. Sejak isu terorisme, radikalisme,
fundamentalisme, hingga pemberangusan ormas Islam. Dan apa yang saat ini
terjadi di Iraq, Libya, Suriah, dan Mesir plus Indonesia adalah
upaya untuk “memberangus” Islam. Dan cara yang paling dahsyat – yang
dirasakan oleh umat Islam saat ini – dalam menghancurkan Islam adalah:
melancarkan dan meluncurkan stigma negatif terhadap Islam berikut
ajaran-ajarannya.
Diantara stigma negatif yang masih marketable (layak-jual) saat ini adalah tuduhan bahwa Islam itu adalah agama kekerasan (violence)
dan intoleran. Sehingga berbagai ormas yang lantang menyuarakan
nilai-nilai Islam yang benar, terutama dalam melawan kezaliman dan
ketidak-adilan, akan dituduh melakukan tindak kekerasan itu. Apa yang
menimpa Hamas di Palestina, Al-Ikhwan Al-Muslimun di Mesir, dan
Front Pembela Islam (FPI) dan Majelis Mujahidin di Indonesia adalah
bukti yang paling nyata. Berbagai ormas ini sejak lama dituduh radikal –
sehingga pasti mengajarkan radikalisme – dan fundamentalis. Dan
biasanya – stigma negatif yang sudah dapat dipastikan – ormas itu
langsung dituduh sebagai teroris.
Sejatinya para musuh Islam sudah kewalahan menghadapi kebangkitan
yang sedemikian rupa. Yang diantaranya diwakili dengan lahirnya
ormas-ormas Islam yang memiliki gerakan massif dalam membela Islam. Maka
untuk membendung dan menghambat laju-gerak ormas-ormas ini dibutuhkan
upaya yang besar dan teknik yang jitu. Namun pilihan mereka jatuh kepada
cara dan teknik yang tidak baik. Mereka mengusulkan agar ormas-ormas
itu ‘dibubarkan’.
Pembubaran ormas biasanya berbanding-lurus dengan aksi kekerasan dan kekuatan pemerintah yang berkuasa (power of government). Namun agar terlihat halus dan lembut (soft)
upaya pembubaran ormas itu dibuka dulu dengan aturan yang disebut
dengan undang-undang ormas. Namun – jika sudah tak kuat – tidak jarang
aksi-aksi brutal dan tidak manusiawi pun dilancarkan. Itulah yang
menimpa beberapa ormas Islam hari ini.
IM di Mesir oleh Perdana Menteri Mesir diusulkan untuk ‘dibubarkan’.
Jalan Hamas di Palestina mengalami cara lain: perlawanan dan stigma
negatif. Begitu juga halnya dengan FPI dan Majelis Mujahidin di
Indonesia. Bahkan sudah ada FPI cabang yang sudah dibekukan. Inilah cara
pemerintah yang zalim: yang tidak mengikuti alur berpikir yang benar.
Mereka tidak mau berpikir dan bertanya cerdas tengan mengapa ormas-ormas
itu ada dan mengapa berpengaruh. Yang mereka bayangkan hanya pikiran
dangkal yang menyatakan bahwa ormas-ormas itu melawan pemerintah. Atau,
ormas-ormas itu “mengancam” kepentingan pemerintah. Ini sejatinya yang
mereka rasakan.
Padahal, sejatinya, ormas-ormas yang ada lahir sebagai respon
terhadap fenomena sosial atau wacana yang muncul di tengah-tengah
masyarakat. Khusus ormas Islam, mayoritas lahir dari keprihatinan
terhadap gejala kemungkaran dan kezaliman. Padahal kezaliman di dalam
Islam sangat diharamkan.
Seorang sahabat Nabi Saw., Abū Dzar al-Ghiffārī radhiyallāh ‘anh
menyampaikan satu sabda Rasulillah Saw. tentang larangan berbuat zalim,
seperti yang termaktub dalam Hadits Qudsi yang berbunyi:
“Hai hamba-hamba-Ku, sungguh Aku telah mengharamkan kezaliman bagi
diri-Ku dan Aku pun telah mengharamkannya diantara kalian. Maka,
janganlah kalian saling-menzalimi…” (HR. Muslim).
Khusus di Mesir dan Suriah, yang terjadi adalah kezaliman
pemerintahan yang dihiasi dengan aksi-aksi berutal tak
berperikemanusiaan. Bukan hanya benda-benda mati (seperti rumah-rumah
dan masjid) nyawa manusia pun tak berharga lagi di hadapan pemerintah
yang zalim. Aksi mereka benar-benar melahirkan bahaya dan kerusakan.
Padahal Rasulullah Saw. telah melarang umatnya untuk melakukan tindakan
yang berbahaya: baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Kata beliau, “Janganlah membahayakan diri sendiri dan (membahayakan) orang lain.” (HR. Ibn Mājah, al-Dāruquthnī, dan yang lain).
Namun begitu, bagi pemerintah yang otoriter dan zalim, alasan untuk
membuarkan ormas ada saja jalannya. Yang penting ormas bubar dan tidak
ada lagi yang dapat mengkritik, menahan, dan berfungsi sebagai check and balance bagi kezaliman dan kekejaman mereka. Fa’tabirū yā Mu’minūn!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar