Pagelaran Miss World sepertinya akan semakin banyak ditolak
oleh masyarakat. Bukan karena pagelaran itu tidak sesuai dengan budaya
‘ketimuran’ Indonesia, tetapi juga karena bangsa ini adalah bangsa yang
menjunjung-tinggi moralitas. Untuk itu, sangat ironis jika kemudian
muncul kabar bahwa perhelatan Miss World 2013 ini akan
dilangsungkan di Indonesia. Satu bukti bahwa peradaban Barat yang
sekular dan liberal coba ingin “ditanamkan” di Indonesia. Tentu saja ini
problem besar bagi bangsa ini. Problem itu, setidaknya, dapat dilihat
dari dua hal penting berikut.
Rasa Malu dan Jeratan Setan
Sejatinya, pagelaran Miss World adalah “air bah” yang akan
menggulung dan mengikis rasa malu, utamanya dari kaum hawa. Hilangnya
rasa malu ini dibuktikan dengan adanya Miss World ini. Sehingga
kaum wanita, yang seharusnya sadar diri bahwa mereka tengah menjadi
mangsa kebejatan moral manusia yang jauh dari moral agama, begitu ringan
mengikuti kontes kecantikan. Seluruh bagian tubuh yang seharusnya
menjadi privacy menjadi milik publik, khususnya para juri dan panitia.
Fenomena hilangnya rasa malu ini sudah diberitakan oleh Nabi Muhammad sejak lama. Beliau menyatakan, “Rasa malu dan iman itu terikat menjadi satu. Jika yang satu hilang maka yang lain juga akan hilang.”
(HR. Hakim dari Ibn ‘Umar dengan penilaian ’shahih menurut kriteria
al-Bukhari dan Muslim. Penilaian beliau ini disetujui oleh Dzahabi. Juga
dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir, no. 1603).
Jika rasa malu itu sudah tidak ada memang segala apapun dapat
dilakukan, termasuk melanggar syariat Allah Swt. Nabi Muhammad Saw.
mengingatkan kita: “Di antara perkataan para Nabi terdahulu yang
masih diketahui banyak orang pada saat ini adalah jika engkau tidak lagi
memiliki rasa malu maka berbuatlah sesuka hatimu.” (HR. al-Bukhari).
Para Muslimah seharusnya jeli bahwa di balik “kampanye” membuka hijab
(jilbab) dalam berbagai ajang konteks kecantikan tujuan intinya adalah:
‘meruntuhkan’ rasa malu. Kalau rasa malu lenyap maka apapun mudah
terjadi: membuka hijab bahkan memamerkan aurat.
Mereka juga harus tahu bahwa di balik kampanye Miss World tersimpan taktik setan la’natullah ‘alaih.
Mengapa? Allah, Tuhan kita, telah menjelaskan bahwa: membuka aurat
adalah hiasan Iblis untuk menyesatkan manusia (Qs. al-Hijr (15): 39);
setan memperindah kekerasan hati orang kafir (Qs. al-An‘ām (6): 43);
mengelabui dan merusak agama (Qs. al-An‘ām (6): 137); setan
menggelincirkan manusia dari jalan Allah agar jauh dari hidayah-Nya (Qs.
al-Naml (27): 24); setan meredupkan bashīrah (mata-batin) (Qs. al-‘Ankabūt (29): 38); agar amal jelek dianggap baik (Qs. Fāthir (35): 8 dan Fushilat (41): 25).
Penulis berpandangan bahwa jerat-jerat setan itu sudah mengikat kuat
pemikiran dan pikiran orang-orang yang setuju dengan perhelatan Miss World
di Indonesia. Meskipun mayoritas penduduk Indonesia menolaknya, mereka
tetap bersikukuh bahwa dalam ajang ini banyak terkandung “nilai-nilai
positif”. Tentu ini adalah cara berpikir shaithāni:
berpikir salah, keliru, menjebak, dan menyesatkan. Maka siapapun yang
menolaknya akan dituduh sebagai yang tidak paham seni dan budaya plus peradaban modern.
Peradaban Syahwat
Apa yang diusung lewat ajang Miss World adalah asongan
‘peradaban syahwat’ yang datang dari Barat. Peradaban yang akan
menciptakan satu bentuk masyarakat yang ‘bebas’ dari berbagai bentuk
ikatan agama, moral, dan rasa malu. Ini jelas menciptakan rasa takut di
dalam hati, jika masih ada hati, kata Sayyid Quthb (w. 1966).
Kerusakan hubungan seksual adalah penyebab utama hancurnya berbagai
peradaban kuno: peradaban Yunani, peradaban Romawi, dan peradaban
Persia. Kebejatan ini pula yang saat ini tengah menghantam peradaban
Barat. Bekasnya dapat dikatakan ‘semi-sempurna’ pada kehancuran
Perancis, dan merayap di Amerika, Swedia, Inggris, dan negara-negara
berperadaban lainnya. (Sayyid Quthb, Fī Zhilāl al-Qur’ān (Kairo: Dār al-Syurūq, 1972), II: 632-633).
“Peradaban syahwat” itu pula lah yang segara akan diekspor ke
Indonesia – dan diimpor oleh negeri ini – disamping peradaban lainnya
yang terlebih dulu dianggap legal di negeri mayoritas berpenduduk Muslim
ini. Acara Miss Indonesia adalah bukti nyata betapa negeri ini sudah mulai ketularan penyakit “peradaban” syahwat itu.
Padahal kuat tidaknya suatu bangsa dan negara, kata almarhum Ahmad Syauqi Bek dari Mesir, tergantung kepada akhlak masyarakatnya.
Innamal-umam mā baqiyat akhlāquhum.
Wa in humū dzahabat akhlāquhum dzahabū
Bangsa-bangsa akan kekal selama masyarakatnya berakhlak.
Jika akhlaq mereka pudar mereka pun ikut hancur, demikian kata Syauqi dalam satu bait syairnya.
Kita tinggal menunggu dan melihat apakah pemerintah punya nyali untuk menolak perhelatan Miss World
di negeri ini atau tidak. Jika berani, tentu itu harapan kita bersama.
Jika sebaliknya, berarti benar bahwa negeri ini ingin memberangus rasa
malu dan menyebarkan peradaban syahwat.
Coba kita renungkan petuah Siti Aisyah: anak Abū Bakr, istri
Rasulullah, sekaligus alumnus “madrasah” Rasul Saw. ketika memahami
hijab dan memahamkannya kepada para wanita dengan begitu lancar, baik,
sempurna, dan terang-benderang. Kisahnya, ketika beberapa perempuan dari
Bani Tamīm datang menemuinya dan mengenakan pakaian yang transparan, ia
pun berkata: “Jika kalian adalah wanita beriman, pakaian yang kalian
kenakan ini bukan pakaian wanita beriman. Jika kalian bukan wanita
beriman, silahkan nikmati pakaian itu.”
Ketika seorang pengantin wanita dihadapkan kepada Aisyah dan
mengenakan kerudung seadanya dan tidak sempurna menutup auratnya, dia
langsung berkata: “Wanita ini belum mengimani surah al-Nūr. Kalau dia mengimaninya tidak mungkin seperti ini.” Maka, renungkanlah! Wallāh al-Hādī ilā Sabīl al-Rasyād.
*) Penulis adalah pengajar di Pondok Pesantren
Ar-Raudlatul Hasanah, Medan, Sumatera Utara dan Ketua Majelis
Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Sumut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar